Minggu, 28 Desember 2008

Polda Tabrak Inpres, RAPP Bohongi Publik

Setelah diSP3kannya 13 kasus dugaan ilegal logging perusahaan mitra RAPP dan IKPP oleh Polda Riau, disebut oleh Harijal Jalil, Direktur Eksekutif NGO Tropika Riau sebagai bentuk pelanggaran terhadap Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal.

Keputusan SP3 tersebut dinilai sangat merugikan banyak pihak, khususnya bagi penegakan hukum atas kasus illog di Riau. “Hutan Riau ini hancur akibat ulah illegal logging perusahaan tersebut,” ungkapnya.

Menurut Harijal, pelaksanaan Inpres ini terkesan setengah-setengah. Bahkan dengan diSP3kannya 13 kasus ini sangat kental dengan nuansa politis. “Kita lihat saja aksi RAPP yang akan melakukan PHK buruh secara besar-besaran dengan alasan kekurangan bahan baku,” katanya.

Terkait itu, alasan kekurangan bahan baku dua perusahaan ini dibantah keras oleh Harijal. Hingga Oktober 2008, berdasarkan data yang ada produksi RAPP dan IKPP cenderung stabil. Bahkan dari tahun 2006 hingga 2007 justru meningkat.

“Ini sebuah pembohongan RAPP terhadap publik, nyatanya hingga Oktober 2008 ini realisasi produksi RAPP sudah mencapai 7.1 juta m3 dari targetnya sebanyak 8 juta m3 lebih. Kita justru yakin dalam dua bulan ini (November-Desember) target produksi RAPP tahun 2008 pasti akan tercapai,” kata Harijal

Jangan Biarkan Politisi Busuk Bercokol di Legislatif

Gerakan Anti Politisi Busuk yang mulai menggema di tanah air khususnya menjelang agenda pemilu tahun 2009 mendatang, merupakan bentuk ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga legislatif. Di beberapa kota besar di Indonesia lembaga ini sudah dideklarasikan

Pasca Amandemen UUD 45, lembaga legislatif menjadi lembaga yang powerful karena memiliki fungsi pengawasan, legislasi, dan intermediasi. Selain itu, legislatif mempunyai hak budget, hak protokoler, sampai hak imunitas. Dalam Pemilu 2009 mendatang, diperkirakan akan banyak Politisi busuk yang tampil memperebutkan kursi di lembaga legislatif di Indonesia.

Gerakan Anti Politisi Busuk bukan hanya mencegah masuknya para politisi busuk di kursi dewan tetapi juga mencegah pembusukan politik (political decay). Pembusukan politik lembaga negara sama saja dengan menebar racun kepada bibit tanaman. Akibatnya, bukan hanya kematian bagi demokrasi, tetapi kehancuran legitimasi penyelenggaraan negara.

Menyikapi hal tersebut, NGO Fitra Riau akan menggelar diskusi dengan tema Politisi Busuk. Rencananya, diskusi akan digelar Rabu (31/12) di kantor Yayasan Riau Mandiri Pekanbaru. Dalam diskusi ini akan hadir empat orang Caleg Riau, beberapa NGO serta wartawan dari berbagai media massa di Riau.

Menurut Fahriza, aktivis NGO Fitra Riau, bila lembaga legislatif diisi politisi busuk yang pernah melakukan kesalahan seperti korupsi, pelanggaran HAM serta kebusukan lainnya, akan terjadi perlindungan terhadap kesalahan di masa lalu. Bahkan tujuan-tujuan nasional yang lebih besar akan terhimpit oleh kepentingan politisi busuk ini.

Fahriza berharap, Gerakan Anti Politisi Busuk ini bukan hanya gerakan elistis yang dilakukan penggagasnya, namun juga menjadi gerakan dilakukan oleh rakyat. “Bisa dibayangkan kalau politisi busuk ini bercokol di lembaga legislatif,” kata Fahriza

Selasa, 17 Juni 2008

Incumbent dan Independent

Oleh: Andi Affandi

Tak lama lagi Riau akan menentukan sendiri siapa yang akan menakhodai perahu Riau ini hingga tahun 2013. Beberapa calon kemudian menyatakan ikut dalam Pemilihan Gubernur Riau nanti.

Berbagai persiapan mulai terlihat, yang tak kalah menakjubkan adalah sang Incumbent, hingga urusan pemerintahan pun tampaknya dijadikan ajang kampanye.

Sebut saja Musabaqah Tilawatil Quran di Siak Sri Indrapura beberapa waktu lalu, pendukung dan tim sukses sang calon Incumbent sibuk membagi-bagikan aneka ragam souvenir yang menampilkan wajah sang Incumbent.

Di penghujung masa jabatannya, sang Incumbent juga berbagi kalender kepada ratusan guru dalam acara penganugrahan rekor MURI kepada Drs. Isjoni Ishaq di hotel sahid. Kontan saja, acara ini kemudian terasa kental dengan aroma politik.

Tak sampai disitu, sang incumbent juga bagi-bagi duit kepada seluruh lurah dan kepala desa di Riau dalam topeng Rakor yang juga digelar di Hotel Sahid. Dalam acara ini bahkan lebih kental lagi aroma politiknya.

Bahkan hingga begitu bersemangatnya, di depan sang Incumbent seorang Kepala Desa kemudian menyatakan dukungan seluruh Kepala Desa dan Lurah bahwa mereka mendukung sang Incumbent.

Sebelum mengundurkan diri, diakhir masa jabatannya yang hanya dalam hitungan hari ini, setelah siaran di RRI sang Incumbent juga bagi-bagi souvenir kepada belasan wartawan.

Tak tanggung-tanggung, sang Incumbent mempersilahkan wartawan untuk memilih sendiri barang yang dinginkan di salah satu toko kelas wahid di Pekanbaru yang harganya wah..!, tentu tak terjangkau oleh kelas menengah ke bawah.

Benarkah hal diatas ada kaitannya dengan ambisi incumbent dalam Pemilihan Gubernur Riau nanti? Wallahuallam, entah Incumbent yang satu ini memang pemurah atau ada udang dibalik batu.

Bila ada hubungannya, akankah bagi-bagi uang dan souvenir akan menambah dukungan dan suara rakyat akan masuk e kantong sang Incumbent?

Belum tentu, saat ini kesadaran masyarakat Riau dalam berpolitik bisa dinilai cukup maju. Money politik serta bagi-bagi souvenir diprediksi tidak akan berpengaruh pada perolehan suara sang Incumbent.

Sama juga halnya dengan Incumbent yang bagi-bagi souvenir kepada wartawan, bahwa pers yang independent bukanlah seharga sehelai baju ratusan ribu, pers tidak bisa dinilai dengan sebotol parfum import dari prancis, apalagi dengan segelas cappuccino di le gossip.

Semoga saja kesadaran berpolitik rakyat negeri ini benar-benar maju, karena kita benar-benar ingin memilih pemimpin yang mampu menakhodai perahu Riau ini menuju kesejahteraan, tak hanya memberikan janji-janji manis saja***

Senin, 16 Juni 2008

MA Putuskan Zulher Bebas Onslaag

Masih ingat dengan kasus korupsi Dana Tak Tersangka APBD Kampar sebesar 14,3 miliar oleh tersangka Sekda Kabupaten Kampar Drs. Zulher, MSi? Ternyata, lengkapnya bukti-bukti tak mampu menjebloskan Zulher ke penjara. Sebulan lalu, MA memutuskan Zulher bebas Onslaag.


Terdakwa kasus korupsi Dana Tak Tersangka APBD Kampar pada tahun 2005 lalu Drs. Zulher, MSi, ternyata sudah diputus Onslaag (terbukti melakukan perbuatan, namun bukan tindak pidana) oleh Mahkamah Agung. Hal tersebut dikatakan oleh Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau Darbin Pasaribu.

Kata Darbin, keputusan Mahkamah Agung tersebut sudah keluar sekitar sebulan yang lalu. “Kalau Zulher sudah diputus di Mahkamah Agung, keputusannya Onslaag” kata Humas Kejati ini.

Ketika ditanya kapan tepatnya Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan tersebut, Darbin tidak bisa menjawab, karena yang lebih mengetahui masalah tersebut adalah Kejaksaan Negeri Bangkinang. “Namun yang jelasnya sekitar sebulan yang lalu” tuturnya.

“Dia terbukti melakukan perbuatannya, oleh Hakim bukan merupakan tindak pidana. Kita hanya dapat informasinya saja, kalau lebih jelasnya itu di Kejari Bangkinang” jelas Darbin lagi.

Sementara itu, Ribut Susanto, aktivis LSM FITRA Riau sangat menyesalkan terkait putusan bebas Zulher di Mahkamah Agung. Hal ini tentunya menjadi sebuah preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

Ribut mengatakan, dari perbincangannya dengan beberapa orang anggota KPK, menurut mereka kasus Zulher merupakan kasus dengan bukti yang paling lengkap. “Jadi sangat tidak layak kalau Zulher bisa bebas” katanya.

Dalam kasus Zulher ini, Ribut menilai ada tiga konspirasi busuk yang menjadi preseden buruk atas penegakan hukum di Riau. Ketiganya adalah konspirasi politik, financial dan konspirasi aparat penegak hukum sendiri.

Untuk konspirasi aparat, dimana dalam Dana Tak Tersangka yang dikeluarkan oleh Drs. Zulher, MSi tersebut beberapa diantaranya disetorkan kepada aparat dan instansi penegak hukum termasuk Mahkamah Agung sendiri.

Lagi kata Ribut, kasus DTT APBD Kab. Kampar ini diduga kuat juga melibatkan Gubernur Riau Rusli Zainal, karena saat itu Rusli menjadi pejabat sementara yang menggantikan Jefri Noor sebagai Bupati Kampar.

“Kita juga sudah menduga sebelumnya bahwa Zulher akan bebas, karena kasus ini juga melibatkan aparat penegak hukum di Indonesia” ungkap Ribut Susanto**Andi

Salah Kaprah, Penyertaan KTP Calon Perseorangan Harus Disertai Tandatangan

Persyaratan bagi calon Gubernur perseorangan (nonparpol) untuk mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sejumlah 5 persen dari jumlah penduduk Riau, ternyata banyak disalahartikan.

Anggota KPUD Riau Makmur Hendrik mengatakan bahwa persyaratan mengumpulkan foto kopi KTP tersebut bukan hanya foto kopi KTP saja, namun juga harus disertai tandatangan pemilik KTP.

Bila tanpa disertai tandatangan yang bersangkutan, menurut Makmur bisa saja nantinya KTP tersebut didapat dengan cara yang tidak benar. “Kita akan minta tanda tangan pemilik KTP dalam persyaratan pendaftaran nanti,disini yang banyak keliru.” katanya.

“Bila dalam verifikasi nanti KTP tersebut tidak disertai tanda tangan pemiliknya, maka kita mencoret calon itu, karena ini merupakan prosedur dan persyaratannya” jelas Makmur.

Untuk pendaftaran, KPUD akan membuka pendaftaran pada 25 Juni hingga 31 Juli. Sekarang ini Parpol mengumumkan siapa calon yang diusungnya, sedangkan untuk pendaftaran akan dibuka pada 25 Juni hingga 31 Juli” tuturnya. **

Kamis, 12 Juni 2008

Negatif Champaign Harus Dibangun

Menjelang Pemilihan Gubernur Riau 2008 dan Pemilihan Presiden 2009 mendatang, pengamat Politik Riau Andi Yusran mengatakan Negatif Champaign harus dibangun di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui track record calon pemimpin.

Andi mengatakan, dalam Pemilu di Amerika setiap calon mengangkat berbagai kelemahan-kelemahan calon lain. Hal tersebut, menurut Andi telah membangun kesadaran berpolitik di tengah-tengah masyarakat Amerika.

Menjelang Pemilihan Gubernur Riau dan Pemilihan Presiden, sudah saatnya pihak-pihak terkait seperti pers untuk membangun Negatif Champaign untuk membangun kesadaran berpolitik di tengah masyarakat.

Sebaliknya, bila pers dan media massa justru memberitakan kebaikan-kebaikan seorang calon, maka hal tesebut bisa jadi akan menjadi sebuah pembohongan publik. “Publik harus diberikan pemahaman dan data yang senyatanya,supaya publik jangan salah pilih” tutur Andi.

Seperti yang dilakukan oleh Wakil Gubernur Wan Abubakar meluncurkan buku Meminta Maaf Kepada Rakyat beberapa waktu lalu, Wan Abubakar menguraikan bahwa dirinya tidak mampu menjalankan tugas karena atasannya. Hal ini menurut Andi sebuah manuver politik

Lagi lanjut Andi, tidak ada salahnya Wan Abubakar mengungkapkan hal tersebut agar masyarakat paham bagaimana sebenarnya kondisi pemerintahan di Riau.

Gubernur yang disebut-sebut dalam buku tersebut, bila merasa ada yang tidak benar seharusnya Gubernur memberikan hak jawab. “Bila ada yang tidak benar dalam buku tersebut, Gubernur bsa memberikan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan itu,” tutup Andi Yusran**Andi

Jumat, 30 Mei 2008

Zulher, Ramlan, Hukum dan Diskriminasi

Diskriminasi, sebuah kata yang diadopsi dari bahasa inggris yaitu discrimination. Dalam kamus The Pocket Oxford Dictionary, Discrimination didefinisikan Unfavourable treatment based on racial, sexual etc, dalam bahasa Indonesia berarti suatu perlakuan yang tak menguntungkan yang didasari oleh ras, jenis kelamin dan lain-lain.

Apa hubungan diskriminasi tadi dengan Zulher dan Ramlan? Kita ketahui kedua nama ini pernah tersandung masalah hukum, yaitu penyelewengan Dana Tak Tersangka (DTT) yang berasal dari APBD. Bila Zulher APBD Kab Kampar, maka Ramlan melakukan penyelewengan DTT dari APBD Rohul. Keduanya, tentulah saat ini masih berstatus tersangka, karena sama-sama masih menjalani proses hukum.

Perlakuan diskriminasi hukum tampaknya dirasakan oleh Ramlan Zas. Bila Ramlan dipaksa harus merasakan lembabnya penjara karena turunnya surat perpanjangan masa tahanan dari Mahkamah Agung atas kasasi yang diajukannya, sementara Zulher yang juga masih dalam proses kasasi bisa menghirup udara bebas. Bahkan, Drs. Zulher, MSi kembali menjabat sebagai Sekdakab Zampar.

Dalam kasus yang sama, kemudian juga dalam proses hukum yang sama, yang membedakan kedua tersangka ini sebenarnya penahanan. Bila Ramlan ditahan semasa proses kasasi Mahkamah Agung, Kejaksaan yang juga mengakui Zulher juga dalam proses kasasi kenapa tidak ditahan?

Tentunya ini menjadi suatu perlakuan dari penegak hukum yang tidak menguntungkan bagi Ramlan serta pihak-pihak yang ada dibelakangnya. Sebaliknya, perlakuan penegak hukum ini sangat menguntungkan Zulher serta pihak-pihak yang juga berada di belakang Zulher. Sah saja bila ini dikataan sebuah bentuk diskriminasi.

Dalam KUHAP, untuk penahanan seorang tersangka sebenarnya tidak ada kriteria yang jelas. Dilakukannya penahanan terhadap tersangka menggunakan tiga metode yang lebih cenderung bertolak ukur pada perasaan aparat penegak hukumnya, yaitu tersangka dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan terakhir dikhawatirkan mengulangi tindak pidana.

Tidak ada kriteria yang jelas ini kemudian yang rawan dengan perbuatan Suap

Disini, penahanan terhadap seorang tersangka jelas lebih tergantung kepada perasaan aparatnya. Bisa saja pada seorang tersangka kemudian tidak dilakukan penahanan karena aparat tidak mengkhawatirkan dirinya melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau melakukan tindak pidana itu lagi.

Dalam berbagai kasus seperti ini, tampaknya bisa menjadi peluang besar terjadinya suap. Tersangka yang seharusnya ditahan, bisa saja bermain dengan perasaan aparat. Uang, tampaknya sudah menjadi dewa yang menginjak-injak wajah hukum di negeri ini***

Kekuasaan, jaringan, upeti dan Impotensi

Oleh : Andi Affandi

Kekuasaan memang bisa mengatakan apa saja, membalikkan yang benar menjadi salah bahkan menyalahkan yang benar. Seperti halnya berbagai kasus yang terjadi di Riau selama ini, jelasnya bukti-bukti yang melibatkan penguasa, ternyata belum mampu untuk menyeretnya ke meja hijau.

Apa mau dikata? Selama orang yang melakukan penyimpangan tersebut masih berkuasa, tipis harapan untuk dapat diadili dengan seadil-adilnya. Ini mengingat kekuasaan dan jaringan yang kuat dari sang penguasa. Ditambah lagi kejahatan tersebut sudah melibatkan sistem pemerintahan hingga yang paling bawah. Pendek kata, kejahatan tersebut sudah terorganisir dengan rapi.

Contoh yang ada selama ini telah menguatkan kesimpulan bahwa kekuasaan bisa menutupi sebuah kejahatan. Sebutlah salah satu contoh kasus penyimpangan anggaran Dana Tak Tersangka (DTT) yang dilakukan oleh mantan Bupati Rohul Ramlan Zas, tak ada yang bisa menyentuh kasus ini ketika Ramlan masih menjabat sebagai Bupati. Setelah dirinya lengser dari kursi orang nomor satu di Rohul, walau Berita Acara Pemeriksaan (BAP) belum ada, namun ia sudah dipaksa meringkuk di balik terali besi. Bahkan, penangguhan penahanan sekalipun saat itu tak diberikan.

Di lain kisah dalam judul yang sama, yaitu penyelewengan Dana Tak Tersangka, Sekdakab Kampar Drs. Zulher bersorak kegirangan menerima putusan kontroversial kebebasannya di Pengadilan Tinggi Riau. Bahkan tak lama kemudian ia kembali menjadi Sekdakab Kampar.

Temuan Bawasda Kampar, dalam tahun anggaran 2003-2004 terdapat penyimpangan yang sangat jelas, dimana anggaran tak tersangka di setorkan ke rekening beberapa lembaga tinggi negara serta beberapa nama lembaga tinggi daerah yang sebenarnya tak ada piutang dengan rakyat Kampar. Entah siapa yang memerintahkan Zulher untuk menyetorkan uang tersebut, yang jelas itu merupakan tindakan yang menyalahi aturan.

Kasus lainnya, pengadaan enam unit mesin pembangkit listrik (genset) di Kabupaten Bengkalis juga menjadi polemik seputar kekuasaan. Bupati Bengkalis yang jelas-jelas menunjuk kontraktor pengadaan genset baru (ternyata bekas) dan menandatangani surat perjanjian kontrak, tak tersentuh hukum, hingga akhirnya kasus ini diserahkan Polda Riau kepada Kejati kemudian dilanjutkan ke Kejari Bengkalis dengan tiga orang tersangka.

Terakhir, ketiga orang yang duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Bengkalis tersebut divonis menjalani enam tahun kurungan serta harus mengganti kerugian negara. Entah karena tak puas atau bersandiwara, para terdakwa kemudian akan melakukan upaya hukum dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau.

Perlu diingat kembali, berdasarkan kronologis pengadaan genset tersebut, mulai dari pengesahan proyek oleh DPRD Bengkalis, penunjukan kontraktor (tanpa lelang) hingga mesin tersebut bermasalah, tergambar keterlibatan orang nomor satu di Bengkalis.

Setetes Harapan

Walau sebenarnya masih ada sedikit harapan di PT Riau untuk mendapatkan keadilan, penulis tetap saja pesimis dengan keputusan yang akan dikeluarkan PT Riau nantinya. Bila kita belajar dari berbagai kontroversi yang selama ini terjadi di PT Riau, yang terbayang oleh penulis adalah kebobrokan hukum.

Bukan hanya sekali, PT Riau kerap menuai kontroversi atas keputusan yang tak adil. Bahwa Sekdakab Kampar Drs. Zulher mendapatkan kebebasannya di PT Riau. Padahal di Pengadilan Negeri Bangkinang, Zulher sudah divonis bersalah karena terbukti menyelewengkan Dana Tak Tersangka APBD Kampar tahun 2003-2004.

Sama halnya dengan yang terjadi pada Oktober 2007 lalu, Hakim Pengadilan Tinggi Riau membebaskan 24 orang tersangka Illegal Logging PT Madukoro serta seorang manajer lapangan PT Madukoro yang membawa Kayu Bulat tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB) sebagai pengganti Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Menurut Hakim PT Riau, hal ini bukanlah suatu tindak pidana.

Sama dengan Zulher, Di Pengadilan Negeri, I Chee Sun, sang manajer lapangan PT Madukoro serta ke 24 orang tersangka lainnya sudah divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan. Tak salah bila mempertanyakan alasan PT yang membebaskan para tersangka tersebut.

Lagi, dari awal perizinan PT Madukoro yang ditandatangani oleh Bupati Azmun tersebut sudah menyalahi aturan dan cacat hukum. Bila menelusuri dari awal, tentunya segala kegiatan yang dilakukan PT Madukoro adalah illegal dan merupakan suatu tindak pidana.

Tapi apalah daya, tak salah bila hukum di Riau dikatakan Impoten, nafsu besar aparatnya memberantas korupsi tak diiringi dengan langkah tegas dan nyata. Aparat masih tak sanggup menghadapi penguasa. Kenapa?

Sekali-kali juga terngiang komitmen aparat untuk memberantas korupsi, tapi komitmen tersebut tak lebih hanya sebatas pembasah bibir saja. Tak ada langkah konkrit untuk menyelesaikan kasus. Para bandit APBD masih melenggang diatas kemiskinan rakyat.

Si Jenius

Tak perlu dirahasiakan lagi, temuan BAWASDA Kampar dalam penyimpangan Dana Tak Tersangka APBD Kampar tahun 2003-2004 ditemukan sekitar sembilan instansi dan lembaga penegak hukum yang menerima aliran dana tersebut. Termasuk Pengadilan Tinggi dan Kejaksaan Tinggi Riau serta Pengadilan Negeri dan Kejaksaan Negeri Bangkinang, bahkan Mahkamah Agung juga kecipratan.

Nah, dari temuan ini bisa dibayangkan betapa kuat dan rapatnya jaringan yang dibentuk oleh Zulher. Dari setiap lini yang dianggap berbahaya, Zulher mampu meredamnya. Jenius, gelar yang pantas diterima Zulher atau seorang sutradara yang barangkali ada dibalik sandiwara ini.

Mungkin masih banyak kontroversi di tubuh aparat penegak hukum yang selama ini menggunakan pola-pola seperti ini. Bukan mustahil bila ada Drs. Zulher, MSi atau sutradara lain yang lebih jenius, tentunya dengan penyimpangan yang lebih besar.

Kekuasaan yang bisa mengatakan apa saja bisa jadi telah terbukti dari kasus penyimpangan Dana Tak Tersangka oleh Ramlan Zas, Zulher ataupun kasus Diesel Gate Bengkalis. Semua berakar pada kekuasaan yang berpengaruh pada pembentukan jaringan kerja mulai dari bawahan hingga ke level yang teratas. Termasuk pula kekuatan ekonomi (suap) yang menggerogoti sendi-sendi penegak hukum.

Ternyata korupsi di Riau memang bisa mengakibatkan Impotensi, Kemiskinan, dan Serangan jantung bila anda sudah tak berkuasa lagi. Jaksa serta aparat penegak hukum sebagainya bisa kapan saja mendatangi rumah anda yang tak lagi di kawal Satpol PP, menjebloskan anda ke penjara walaupun tanpa BAP. WASPADALAH..!!***