Jumat, 08 Oktober 2010

Kenaikan Kapasitas Produksi IKPP Disahkan

Setelah dua tahun menunggu, akhirnya kenaikan kapasitas produksi PT. IKPP disahkan Gubernur Riau. Kenaikan kapasitas produksi ini menuai kontroversi karena akan mengancam hutan alam Riau.


Setelah hampir dua tahun PT. Indah Kiat Pulp and Paper mengajukan kenaikan kapasitas produksi, akhirnya beberapa waktu lalu disahkan oleh Gubernur Riau. Kenaikan kapasitas produksi ini menuai kontroversi, karena dalam produksinya IKPP diduga masih menggunakan kayu alam.

Disebutkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau Fadrizal Labay, pengesahan kenaikan kapasitas produksi ini memakan waktu lama. Setelah melalui pembahasan oleh Komisi Lingkungan Hidup pusat, hasilnya kemudian diserahkan ke Gubernur Riau untuk disahkan. “Sudah lama disahkan,” kata Fadrizal Labay.

Namun ketika ditanya berapa jumlah kenaikan kapasitas produksi yang disahkan Gubernur, mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau ini mengaku tak ingat. “Saya lupa angkanya,” singkatnya.

Seperti diketahui sebelumnya, belum disetujuinya dokumen AMDAL tersebut karena perizinan konsesi pendukung untuk kenaikan kapasitas produksi IKPP yang bermasalah, yakni di daerah Sumatra Selatan dan Kalimantan. Selain konsesi di Riau, dari kedua daerah ini IKPP akan memasok tunjangan bahan baku untuk menutupi kenaikan kapasitas produksinya.

Susanto Kurniawan, Koordinator Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) beberapa waktu sebelumnya menyebutkan, Kenaikan kapasitas produksi PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dipertanyakan. Pasalnya, untuk pemenuhan bahan baku yang ada saat ini saja PT. IKPP sudah bermasalah, bila kapasitas produksi meningkat, tentunya membutuhkan bahan baku lebih banyak, untuk itu IKPP belum layak untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Analisa Jikalahari dan beberapa NGO di Riau, IKPP masih gagal merealisasikan program HTInya. NGO di Riau sangat menanyakan kalau IKPP mengklaim sudah menggunakan bahan baku 100 persen dari konsesi HTInya, bahwasannya IKPP kewalahan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, namun sekarang justru meningkatkan kapasitas produksi.

Yang dicemaskan, dengan kenaikan kapasitas ini, menurut Santo IKPP akan kembali membuka areal baru yang merupakan ancaman bagi hutan alam, apalagi hutan di Riau yang tersisa sata ini rata-rata merupakan areal gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter yang tidak boleh dikonversi. (Ndi)

Minggu, 03 Oktober 2010

Rekayasa Dokumen di Dishut Riau


Jika memang memiliki dokumen yang sah, kenapa satu unit truk tangkapan hasil operasi rutin Polhut Riau ditahan? Setelah 2 minggu tanpa kabar, baru kemudian Polhut Riau menyebutkan dokumen tangkapan telah memiliki dokumen sah, BB pun dilepas. Kuat dugaan pelepasan truk ini direkayasa.


Laporan:Andi

BERMULA pada Kamis (5/8), dalam operasi rutin Satuan Polisi Kehutanan Riau di daerah Pasir Putih Pekanbaru, Polhut berhasil mengamankan satu unit truk BM 9371 FK yang bermuatan kayu olahan berbentuk palet, saat itu supir truk tak bisa menunjukkan dokumen sah. Siang itu truk beserta muatan pun diamankan di markas Polhut Riau jalan Dahlia Pekanbaru.

Sorenya, pada hari yang sama sekitar pukul 18.30 WIB di markas Polhut terlihat berkumpul petinggi-petinggi Dinas Kehutanan seperti Kabid Perlindungan Hutan Said Nurjaya, Kasi Pengamanan Telismanto, Kasat Polhut Parulian Tampubolon serta beberapa anggota Polhut yang sibuk mondar-mandir. Terlihat pula BB tangkapan yang diparkir diantara beberapa tangkapan-tangkapan sebelumnya.

Dari sekian banyak sumber di Polhut yang bisa memberikan informasi, tak satupun dari mereka yang mau menjawab pertanyaan wartawan. Bahkan Kabid Perlindungan Hutan justru menunjukkan perlakuan tak pantas terhadap wartawan dengan mengancam akan melakukan kekerasan. Perlakuan ini jelas untuk menutupi informasi terkait tangkapan anggotanya.

Selang dua minggu setelah ditangkap, truk tersebut tak lagi terlihat di halaman markas Polhut Riau. Kemudian terdengar kabar bahwa truk beserta muatan palet telah dilepas dan diserahkan kepada pemiliknya yang diketahui bernama Narko.

Penyidik Polhut Riau Zailani yang menangani kasus ini, kepada riautimes menerangkan, pelepasan barang bukti dilakukan karena petugas tidak menemukan adanya pelanggaran. Ketika ditangkap truk muatan palet tersebut diduga tidak memiliki dokumen yang sah, namun setelah dilakukan penyidikan dengan memeriksa lima saksi ternyata truk beserta muatan memiliki dokumen.

“Awalnya truk kita amankan karena ada dugaan muatannya tidak memiliki dokumen sah, namun ternyata semua dokumen lengkap, sehingga tidak ada alasan kita untuk menahannya lebih lama, truk harus kita lepaskan,” kata Zailani.

Zailani menceritakan, saat ditangkap supir truk hanya memperlihatkan surat pengantar dari perusahaan yakni CV. Wahyu Utama. Menurut Zailani surat pengantar ini sudah merupakan dokumen sah untuk mengangkut kayu olahan. Namun saja Polhut masih curiga dengan asal usul kayu, karena itu truk beserta muatannya diamankan untuk proses penyidikan lebih lanjut. Zailani juga menambahkan bahwa Narko sbenarnya membeli kayu dari CV Wahyu Utama dan hanya diberi surat pengantar.

Rekayasa
Atas penuturan Zailani tersebut terlihat jelas ada keganjilan. Bila saja sedari awal truk telah memiliki dokumen sah, tidak seharusnya petugas Polhut melakukan penahanan bahkan hingga memakan waktu hampir dua minggu.

Kecurigaan lebih kuat ketika Kabid Perlindungan Hutan Syaid Nurjaya terkesan menutup-nutupi informasi tentang tangkapan ini. Ditambah lagi bahasa Said Nurjaya yang terkesan mengusir wartawan.

Hal lainnya yang memperkuat dugaan rekayasa pelepasan tangkapan ini, Kepala Seksi Pengamanan Hutan Telismanto, ketika dimintai keterangannya setelah tangkapan dilepas justru terlihat sedikit bingung. Telis mengaku belum menerima laporan apapun dari Polhut terkait tangkapan ini. “Saya belum menerima laporan dilepaskannya tangkapan ini,” kata Telis.

Juga menjadi keganjilan besar bila seorang Kasi Pengamanan Hutan yang seharusnya menerima laporan dari Polhut, justru tidak menerima laporan apapun tentang kegiatan bawahannya.

Dari sumber riautimes lainnya di jajaran Dinas Kehutanan Riau menyebutkan, pelepasan tangkapan tersebut memang sudah direkayasa. “Sewajarnya saja, kalau kayu sudah dilengkapi dokumen, tak mungkin Polhut melakukan penahanan,” kata sumber ini.

Penelusuran lebih jauh, sedikit demi sedikit dugaan kepalsuan di tubuh Dinas kehutanan ini mulai terkuak. Titik terang dugaan penyimpangan ini semakin jelas. Sekretaris LSM Riau Madani Tommy Freddy Manungkalit, S. Kom menyebutkan, setelah pihaknya menyelidiki kepemilikan palet tersebut, ternyata bukanlah milik milik CV. Wahyu Utama yang berlokasi di Jl. Kelulut Arengka, melainkan milik seorang pengusaha kayu bernama Narko yang berlokasi di daerah Kubang.

Padahal oleh Zailani sebelumnya disebutkan bahwa tangkapan tersebut milik Narko yang beralamat di Kubang. Singkatnya, Tommy menyebutkan izin yang digunakan Naroko adalah milik CV. Wahyu Utama.

“Jelas ada permainan yang dilakoni oleh Polhut. Yang kita tahu usaha Narko ini tidak punya izin, bagaimana mungkin dia membeli kayu dari CV. Wahyu Utama yang memiliki izin, jelas ini permainan Polhut yang disetting oleh Kabid Perlindungan Hutan Said Nurjaya,” kata Tommy.

Lanjut Tommy, pengolahan milik kayu milik Narko ini sebenarnya tak punya izin. Modus yang dilakukan oleh Polhut adalah menggunakan izin milik CV. Wahyu Utama yang diketahui milik Tolip untuk menyelamatkan Narko.

Temuan riautimes lainnya, dalam laporan tangkapannya di Dinas Kehutanan muatan truk BM 9371 FK ini adalah palet sejumlah 360 keping. Sedangkan dokumen yang ditunjukkan Polhut adalah truk B 9388 JK yang memuat 4041 keping kayu gergajian.

Lain halnya dengan Kasi Peredaran Dishut Riau, Embiyarman, dirtinya mengaku tak pernah menerbitkan Faktur Angkutan Kayu Olahan (FA-KO) untuk CV. Wahyu Utama. Ditambahkan Embi, bahwa semua industri pengolahan yang ada di daerah Kubang tak memiliki izin alias illegal.

Lumrah
Harijal Jalil, Direktur LSM Tropika mengomentari pelepasan tangkapan ini menyebutkan lepas tangkap merupakan hal yang sudah biasa di Polhut Riau. Harijal membenarkan pelepasan tangkapan tersebut biasanya dilakukan dengan cara merekayasa dokumen, termasuk meminjam dokumen dari perusahaan lain yang legal. “Kalau memang memiliki dokumen yang lengkap dan sah, tak mungkin Polhut melakukan penahanan terhadap truk tersebut. Jelas ada rekayasa dalam pelepasan tangkapan ini, kok dokumennya datang belakangan, tentu ada apa-apanya,” ucap Harijal Jalil.***

Senin, 26 April 2010

Gubernur Diminta Tolak Kenaikan Kapasitas Produksi IKPP

Gubernur Riau diminta untuk menolak rencana kenaikan kapasitas produksi PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). yang Amdalnya telah selesai dibahas oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Saat ini kenaikan kapasitas produksi IKPP tinggal menunggu izin Gubernur Riau.

Oleh kalangan NGO yang konsen dengan penyelamatan hutan alam di Riau, PT. IKPP dinilai belum layak meningkatkan kapasitas produksinya. Pastinya, dengan kenaikan kapasitas produksi ini berhubungan dengan penambahan pasokan bahan baku yang akhirnya akan mengorbankan hutan alam.

Hariansyah Usman, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau menyebutkan, bencana ekologis yang terjadi saat ini di Riau merupakan muara dari penebangan hutan alam yang dilakukan oleh dua perusahaan pulp dan kertas di Riau. Di tengah kondisi Riau yang saat ini diliputi krisis ekologis, sangat tidak pantas bila IKPP meningkatkan kapasitas produksinya.

Hariansyah yang akrab disapa Kaka ini mengungkapkan, dua perusahaan besar pulp dan kertas di Riau ini memiliki kontribusi besar terhadap bencana yang terjadi di Riau, yakni mengubah fungsi hutan alam menjadi HTI.

Pemerintah sendiri harus menyadari konsekuensi kenaikan kapasitas produksi akan diikuti dengan penambahan bahan baku. Akibatnya tentu saja akan mengancam keberadaan hutan alam di Riau. Ditekankan Hariansyah, kenaikan kapasitas produksi ini merupakan awal dari munculnya masalah baru yang akan terus berkepanjangan.

Setelah selesainya pembahasan Amdal kenaikan kapasitas produksi IKPP oleh KLH, saat ini hasilnya telah diserahkan kepada Gubernur Riau untuk disetujui. Oleh itu, Gubernur diharapkan dapat bersikap bijak dengan mempertimbangkan bencana-bencana ekologis yang terjadi saat ini di Riau. “dua perusahaan pulp dan kertas di Riau ini memiliki kontribusi besar terhadap bencana eklogis yang terjadi di Riau. Gubernur harus menolak peningkatan kapasitas produksi yang diajukan IKPP ini,” cetus Hariansyah.

Sebaliknya, IKPP semestinya membenahi perizinan-perizinan sebelumnya, mengingat perizinan-perizinan tersebut masih banyak yang bermasalah. “Dengan izin yang ada saat ini saja IKPP belum mampu mengelolanya dengan baik, kok sekarang mau menambah produksi,” katanya.

Walhi sendiri menyesalkan KLH yang mengesahkan Amdal kenaikan kapasitas produksi IKPP ini. Hariansyah berharap Gubernur bisa bijak untuk tidak memberi izin kenaikan kapasitas produksi kepada IKPP, mengingat dua perusahaan pulp dan kertas yang ada di Riau ini telah memberikan kontribusi besar atas terjadinya bencana ekologis selama ini di Riau.


Tak Jamin
Informasi yang dihimpun riautimes dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau, untuk menutupi kekurangan bahan baku akibat naiknya kapasitas produksi, PT. IKPP berencana akan menyuplai bahan baku dari Sumatra Selatan dan Kalimantan.

Namun rencana pasokan bahan baku dari dua daerah tersebut sangat diragukan oleh Hariansyah. Seperti kenaikan kapasitas produksi yang dilakukan sebelumnya, PT. IKPP berjanji akan menyuplai bahan baku tambahan dari luar Riau. Kenyataannya, hal tersebut tidak terwujud, hutan alam di Riau yang menjadi korban.

“Dulu, saat IKPP mengajukan kenaikan kapasitas produksinya, IKPP menyebutkan akan menyuplai bahan baku dari luar Riau. Tapi sekarang lihat sendiri kenyataannya, tidak ada suplai bahan baku dari daerah di luar Riau. Hutan alam Riau yang menjadi korbannya,” tutupnya.

Raja Putra, Kabid Amdal Badan Lingkungan Hidup Riau membenarkan selesainya pembahasan Dokumen Amdal kenaikan kapasitas produksi IKPP oleh Kementrian. Saat ini hasilnya telah sampai di tangan Gubernur untuk disahkan.

Terkait pasokan bahan baku, Raja Putra tak tahu persis dari perusahaan mana saja. Namun yang jelas untuk tambahan pasokan bahan baku akan didatangkan dari Sumatra Selatan dan Kalimantan. “Berapa jumlah pasokan tambahan saya tak tahu persis,” katanya.

Pembahasan Amdal IKPP yang sudah diajukan sejak tahun 2007 ini melibatkan tim dari KLH dan BLH di daerah. Turut serta dalam tim komisi pembahasna Amdal beberapa pakar lingkungan seperti T. Ariful Amri dan Prof Adnan Kasry.