Senin, 26 April 2010

Gubernur Diminta Tolak Kenaikan Kapasitas Produksi IKPP

Gubernur Riau diminta untuk menolak rencana kenaikan kapasitas produksi PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). yang Amdalnya telah selesai dibahas oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Saat ini kenaikan kapasitas produksi IKPP tinggal menunggu izin Gubernur Riau.

Oleh kalangan NGO yang konsen dengan penyelamatan hutan alam di Riau, PT. IKPP dinilai belum layak meningkatkan kapasitas produksinya. Pastinya, dengan kenaikan kapasitas produksi ini berhubungan dengan penambahan pasokan bahan baku yang akhirnya akan mengorbankan hutan alam.

Hariansyah Usman, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau menyebutkan, bencana ekologis yang terjadi saat ini di Riau merupakan muara dari penebangan hutan alam yang dilakukan oleh dua perusahaan pulp dan kertas di Riau. Di tengah kondisi Riau yang saat ini diliputi krisis ekologis, sangat tidak pantas bila IKPP meningkatkan kapasitas produksinya.

Hariansyah yang akrab disapa Kaka ini mengungkapkan, dua perusahaan besar pulp dan kertas di Riau ini memiliki kontribusi besar terhadap bencana yang terjadi di Riau, yakni mengubah fungsi hutan alam menjadi HTI.

Pemerintah sendiri harus menyadari konsekuensi kenaikan kapasitas produksi akan diikuti dengan penambahan bahan baku. Akibatnya tentu saja akan mengancam keberadaan hutan alam di Riau. Ditekankan Hariansyah, kenaikan kapasitas produksi ini merupakan awal dari munculnya masalah baru yang akan terus berkepanjangan.

Setelah selesainya pembahasan Amdal kenaikan kapasitas produksi IKPP oleh KLH, saat ini hasilnya telah diserahkan kepada Gubernur Riau untuk disetujui. Oleh itu, Gubernur diharapkan dapat bersikap bijak dengan mempertimbangkan bencana-bencana ekologis yang terjadi saat ini di Riau. “dua perusahaan pulp dan kertas di Riau ini memiliki kontribusi besar terhadap bencana eklogis yang terjadi di Riau. Gubernur harus menolak peningkatan kapasitas produksi yang diajukan IKPP ini,” cetus Hariansyah.

Sebaliknya, IKPP semestinya membenahi perizinan-perizinan sebelumnya, mengingat perizinan-perizinan tersebut masih banyak yang bermasalah. “Dengan izin yang ada saat ini saja IKPP belum mampu mengelolanya dengan baik, kok sekarang mau menambah produksi,” katanya.

Walhi sendiri menyesalkan KLH yang mengesahkan Amdal kenaikan kapasitas produksi IKPP ini. Hariansyah berharap Gubernur bisa bijak untuk tidak memberi izin kenaikan kapasitas produksi kepada IKPP, mengingat dua perusahaan pulp dan kertas yang ada di Riau ini telah memberikan kontribusi besar atas terjadinya bencana ekologis selama ini di Riau.


Tak Jamin
Informasi yang dihimpun riautimes dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau, untuk menutupi kekurangan bahan baku akibat naiknya kapasitas produksi, PT. IKPP berencana akan menyuplai bahan baku dari Sumatra Selatan dan Kalimantan.

Namun rencana pasokan bahan baku dari dua daerah tersebut sangat diragukan oleh Hariansyah. Seperti kenaikan kapasitas produksi yang dilakukan sebelumnya, PT. IKPP berjanji akan menyuplai bahan baku tambahan dari luar Riau. Kenyataannya, hal tersebut tidak terwujud, hutan alam di Riau yang menjadi korban.

“Dulu, saat IKPP mengajukan kenaikan kapasitas produksinya, IKPP menyebutkan akan menyuplai bahan baku dari luar Riau. Tapi sekarang lihat sendiri kenyataannya, tidak ada suplai bahan baku dari daerah di luar Riau. Hutan alam Riau yang menjadi korbannya,” tutupnya.

Raja Putra, Kabid Amdal Badan Lingkungan Hidup Riau membenarkan selesainya pembahasan Dokumen Amdal kenaikan kapasitas produksi IKPP oleh Kementrian. Saat ini hasilnya telah sampai di tangan Gubernur untuk disahkan.

Terkait pasokan bahan baku, Raja Putra tak tahu persis dari perusahaan mana saja. Namun yang jelas untuk tambahan pasokan bahan baku akan didatangkan dari Sumatra Selatan dan Kalimantan. “Berapa jumlah pasokan tambahan saya tak tahu persis,” katanya.

Pembahasan Amdal IKPP yang sudah diajukan sejak tahun 2007 ini melibatkan tim dari KLH dan BLH di daerah. Turut serta dalam tim komisi pembahasna Amdal beberapa pakar lingkungan seperti T. Ariful Amri dan Prof Adnan Kasry.