Kamis, 05 Februari 2009

Trik Jitu Praperadilan

Tangkap lepas alat berat versi Dinas Kehutanan bukanlah hal yang baru. Beberapa kali Dinas Kehutanan menangkap alat berat ekskavator yang beroperasi di dalam kawasan lindung, ujung-ujungnya selalu lepas.

Terhitung dari tahun 1999 hingga 2008, ada beberapa kasus ‘tangkap lepas’ alat berat yang ditangkap oleh Dinas Kehutanan dan BKSDA Riau. Diduga, ada permainan dan trik busuk antara pemilik alat berat dengan pihak terkait termasuk hakim.

Salah satu trik jitu untuk membebaskan alat seharga ratusan juta itu adalah mempraperadilankan pemiliknya. Tarmaktub dalam UU No. 5 Tahun 2004 menutup upaya hukum atas keluarnya keputusan di praperadilan.

Dengan adanya Praperadilan, bukan hanya kasus ‘tangkap lepas’ alat berat saja, namun juga kasus-kasus lain yang dipraperadilankan. Tak ayal lagi, Praperadilan menjadi jalan pintas, sarana tepat dan cepat untuk menutup celah mencari keadilan.

Dalam sebuah acara, Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menyebutkan tidak tertutup kemungkinan akan dilanjutkannya kasus yang sudah diputuskan di Praperadilan. Lantas apakah dasar Ketua MA ini berkata seperti itu?

Dalam landasan hukum MA (UU No. 5 Tahun 2004), jelas dinyatakan ada pengecualian kasasi, termasuk dalam pengecualian itu putusan Praperadilan. Ini berarti Praperadilan merupakan keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat lagi.

Praperadilan sendiri lebih diartikan sebagai pengadilan terhadap salah dan benarnya penyidik yang mengungkap suatu kasus. Apakah bukti benar atau tidaknya untuk dilanjutkan ke pengadilan, di Praperadilan tempatnya.

Lantas, bagaimana dengan Praperadilan ‘tangkap lepas’ alat berat oleh Dinas Kehutanan yang di praperadilankan di PN Bangkinang pada September lalu? Bila benar ada trik yang memuluskan alat berat itu untuk lepas, artinya Dinas Kehutanan ‘menjual diri’. Dishut rela dicap sebagai instansi yang tidak profesional dalam menjalankan tugas.

Dengan keluarnya keputusan di Praperadilan PN Bangkinang untuk kasus eskavator yang diduga tertangkap saat beroperasi dalam kawasan Tahura itu, sama saja artinya hakim Praperadilan menilai pekerjaan Dishut tak becus, “masa sih bisa salah tangkap, atau ada apa apanya dibalik Praperadilan ini” ujar seorang aktivis lingkungan di Riau **