Jumat, 30 Mei 2008

Zulher, Ramlan, Hukum dan Diskriminasi

Diskriminasi, sebuah kata yang diadopsi dari bahasa inggris yaitu discrimination. Dalam kamus The Pocket Oxford Dictionary, Discrimination didefinisikan Unfavourable treatment based on racial, sexual etc, dalam bahasa Indonesia berarti suatu perlakuan yang tak menguntungkan yang didasari oleh ras, jenis kelamin dan lain-lain.

Apa hubungan diskriminasi tadi dengan Zulher dan Ramlan? Kita ketahui kedua nama ini pernah tersandung masalah hukum, yaitu penyelewengan Dana Tak Tersangka (DTT) yang berasal dari APBD. Bila Zulher APBD Kab Kampar, maka Ramlan melakukan penyelewengan DTT dari APBD Rohul. Keduanya, tentulah saat ini masih berstatus tersangka, karena sama-sama masih menjalani proses hukum.

Perlakuan diskriminasi hukum tampaknya dirasakan oleh Ramlan Zas. Bila Ramlan dipaksa harus merasakan lembabnya penjara karena turunnya surat perpanjangan masa tahanan dari Mahkamah Agung atas kasasi yang diajukannya, sementara Zulher yang juga masih dalam proses kasasi bisa menghirup udara bebas. Bahkan, Drs. Zulher, MSi kembali menjabat sebagai Sekdakab Zampar.

Dalam kasus yang sama, kemudian juga dalam proses hukum yang sama, yang membedakan kedua tersangka ini sebenarnya penahanan. Bila Ramlan ditahan semasa proses kasasi Mahkamah Agung, Kejaksaan yang juga mengakui Zulher juga dalam proses kasasi kenapa tidak ditahan?

Tentunya ini menjadi suatu perlakuan dari penegak hukum yang tidak menguntungkan bagi Ramlan serta pihak-pihak yang ada dibelakangnya. Sebaliknya, perlakuan penegak hukum ini sangat menguntungkan Zulher serta pihak-pihak yang juga berada di belakang Zulher. Sah saja bila ini dikataan sebuah bentuk diskriminasi.

Dalam KUHAP, untuk penahanan seorang tersangka sebenarnya tidak ada kriteria yang jelas. Dilakukannya penahanan terhadap tersangka menggunakan tiga metode yang lebih cenderung bertolak ukur pada perasaan aparat penegak hukumnya, yaitu tersangka dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan terakhir dikhawatirkan mengulangi tindak pidana.

Tidak ada kriteria yang jelas ini kemudian yang rawan dengan perbuatan Suap

Disini, penahanan terhadap seorang tersangka jelas lebih tergantung kepada perasaan aparatnya. Bisa saja pada seorang tersangka kemudian tidak dilakukan penahanan karena aparat tidak mengkhawatirkan dirinya melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau melakukan tindak pidana itu lagi.

Dalam berbagai kasus seperti ini, tampaknya bisa menjadi peluang besar terjadinya suap. Tersangka yang seharusnya ditahan, bisa saja bermain dengan perasaan aparat. Uang, tampaknya sudah menjadi dewa yang menginjak-injak wajah hukum di negeri ini***

Kekuasaan, jaringan, upeti dan Impotensi

Oleh : Andi Affandi

Kekuasaan memang bisa mengatakan apa saja, membalikkan yang benar menjadi salah bahkan menyalahkan yang benar. Seperti halnya berbagai kasus yang terjadi di Riau selama ini, jelasnya bukti-bukti yang melibatkan penguasa, ternyata belum mampu untuk menyeretnya ke meja hijau.

Apa mau dikata? Selama orang yang melakukan penyimpangan tersebut masih berkuasa, tipis harapan untuk dapat diadili dengan seadil-adilnya. Ini mengingat kekuasaan dan jaringan yang kuat dari sang penguasa. Ditambah lagi kejahatan tersebut sudah melibatkan sistem pemerintahan hingga yang paling bawah. Pendek kata, kejahatan tersebut sudah terorganisir dengan rapi.

Contoh yang ada selama ini telah menguatkan kesimpulan bahwa kekuasaan bisa menutupi sebuah kejahatan. Sebutlah salah satu contoh kasus penyimpangan anggaran Dana Tak Tersangka (DTT) yang dilakukan oleh mantan Bupati Rohul Ramlan Zas, tak ada yang bisa menyentuh kasus ini ketika Ramlan masih menjabat sebagai Bupati. Setelah dirinya lengser dari kursi orang nomor satu di Rohul, walau Berita Acara Pemeriksaan (BAP) belum ada, namun ia sudah dipaksa meringkuk di balik terali besi. Bahkan, penangguhan penahanan sekalipun saat itu tak diberikan.

Di lain kisah dalam judul yang sama, yaitu penyelewengan Dana Tak Tersangka, Sekdakab Kampar Drs. Zulher bersorak kegirangan menerima putusan kontroversial kebebasannya di Pengadilan Tinggi Riau. Bahkan tak lama kemudian ia kembali menjadi Sekdakab Kampar.

Temuan Bawasda Kampar, dalam tahun anggaran 2003-2004 terdapat penyimpangan yang sangat jelas, dimana anggaran tak tersangka di setorkan ke rekening beberapa lembaga tinggi negara serta beberapa nama lembaga tinggi daerah yang sebenarnya tak ada piutang dengan rakyat Kampar. Entah siapa yang memerintahkan Zulher untuk menyetorkan uang tersebut, yang jelas itu merupakan tindakan yang menyalahi aturan.

Kasus lainnya, pengadaan enam unit mesin pembangkit listrik (genset) di Kabupaten Bengkalis juga menjadi polemik seputar kekuasaan. Bupati Bengkalis yang jelas-jelas menunjuk kontraktor pengadaan genset baru (ternyata bekas) dan menandatangani surat perjanjian kontrak, tak tersentuh hukum, hingga akhirnya kasus ini diserahkan Polda Riau kepada Kejati kemudian dilanjutkan ke Kejari Bengkalis dengan tiga orang tersangka.

Terakhir, ketiga orang yang duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Bengkalis tersebut divonis menjalani enam tahun kurungan serta harus mengganti kerugian negara. Entah karena tak puas atau bersandiwara, para terdakwa kemudian akan melakukan upaya hukum dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau.

Perlu diingat kembali, berdasarkan kronologis pengadaan genset tersebut, mulai dari pengesahan proyek oleh DPRD Bengkalis, penunjukan kontraktor (tanpa lelang) hingga mesin tersebut bermasalah, tergambar keterlibatan orang nomor satu di Bengkalis.

Setetes Harapan

Walau sebenarnya masih ada sedikit harapan di PT Riau untuk mendapatkan keadilan, penulis tetap saja pesimis dengan keputusan yang akan dikeluarkan PT Riau nantinya. Bila kita belajar dari berbagai kontroversi yang selama ini terjadi di PT Riau, yang terbayang oleh penulis adalah kebobrokan hukum.

Bukan hanya sekali, PT Riau kerap menuai kontroversi atas keputusan yang tak adil. Bahwa Sekdakab Kampar Drs. Zulher mendapatkan kebebasannya di PT Riau. Padahal di Pengadilan Negeri Bangkinang, Zulher sudah divonis bersalah karena terbukti menyelewengkan Dana Tak Tersangka APBD Kampar tahun 2003-2004.

Sama halnya dengan yang terjadi pada Oktober 2007 lalu, Hakim Pengadilan Tinggi Riau membebaskan 24 orang tersangka Illegal Logging PT Madukoro serta seorang manajer lapangan PT Madukoro yang membawa Kayu Bulat tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB) sebagai pengganti Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Menurut Hakim PT Riau, hal ini bukanlah suatu tindak pidana.

Sama dengan Zulher, Di Pengadilan Negeri, I Chee Sun, sang manajer lapangan PT Madukoro serta ke 24 orang tersangka lainnya sudah divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan. Tak salah bila mempertanyakan alasan PT yang membebaskan para tersangka tersebut.

Lagi, dari awal perizinan PT Madukoro yang ditandatangani oleh Bupati Azmun tersebut sudah menyalahi aturan dan cacat hukum. Bila menelusuri dari awal, tentunya segala kegiatan yang dilakukan PT Madukoro adalah illegal dan merupakan suatu tindak pidana.

Tapi apalah daya, tak salah bila hukum di Riau dikatakan Impoten, nafsu besar aparatnya memberantas korupsi tak diiringi dengan langkah tegas dan nyata. Aparat masih tak sanggup menghadapi penguasa. Kenapa?

Sekali-kali juga terngiang komitmen aparat untuk memberantas korupsi, tapi komitmen tersebut tak lebih hanya sebatas pembasah bibir saja. Tak ada langkah konkrit untuk menyelesaikan kasus. Para bandit APBD masih melenggang diatas kemiskinan rakyat.

Si Jenius

Tak perlu dirahasiakan lagi, temuan BAWASDA Kampar dalam penyimpangan Dana Tak Tersangka APBD Kampar tahun 2003-2004 ditemukan sekitar sembilan instansi dan lembaga penegak hukum yang menerima aliran dana tersebut. Termasuk Pengadilan Tinggi dan Kejaksaan Tinggi Riau serta Pengadilan Negeri dan Kejaksaan Negeri Bangkinang, bahkan Mahkamah Agung juga kecipratan.

Nah, dari temuan ini bisa dibayangkan betapa kuat dan rapatnya jaringan yang dibentuk oleh Zulher. Dari setiap lini yang dianggap berbahaya, Zulher mampu meredamnya. Jenius, gelar yang pantas diterima Zulher atau seorang sutradara yang barangkali ada dibalik sandiwara ini.

Mungkin masih banyak kontroversi di tubuh aparat penegak hukum yang selama ini menggunakan pola-pola seperti ini. Bukan mustahil bila ada Drs. Zulher, MSi atau sutradara lain yang lebih jenius, tentunya dengan penyimpangan yang lebih besar.

Kekuasaan yang bisa mengatakan apa saja bisa jadi telah terbukti dari kasus penyimpangan Dana Tak Tersangka oleh Ramlan Zas, Zulher ataupun kasus Diesel Gate Bengkalis. Semua berakar pada kekuasaan yang berpengaruh pada pembentukan jaringan kerja mulai dari bawahan hingga ke level yang teratas. Termasuk pula kekuatan ekonomi (suap) yang menggerogoti sendi-sendi penegak hukum.

Ternyata korupsi di Riau memang bisa mengakibatkan Impotensi, Kemiskinan, dan Serangan jantung bila anda sudah tak berkuasa lagi. Jaksa serta aparat penegak hukum sebagainya bisa kapan saja mendatangi rumah anda yang tak lagi di kawal Satpol PP, menjebloskan anda ke penjara walaupun tanpa BAP. WASPADALAH..!!***