Rabu, 10 Agustus 2011

Terkait PT. MIA, Wabup Kuansing mengada-ada


PEKANBARU(Riautimes)-Wakil Bupati Kuantan Singingi Drs. Zulkifli, M.Si menyebutkan bahwa PT. Manunggal Inti Arthamas yang saat ini beroperasi di wilayahnya, telah memiliki izin pinjam pakai dari Kemenhut untuk melakukan penambangan batu bara di kawasan Hutan Lindung Rimbang Baling. Sehingga PT. MIA boleh melakukan kegiatan penambangan batu bara di wilayah tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Bupati ketika dihubungi Riautimes melalui selulernya Rabu (10/8). Menurut Zulkifli, tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan tentang penambangan batu bara PT. MIA ini, karena sudah mendapat izin pinjam pakai dari Menhut. Namun Zulkifli tak menjelaskan kapan izin tersebut diberikan.

Statemen Wakil Bupati ini dibantah keras oleh LSM Riau Madani. Sekretaris LSM Riau Madani Tommy Freddy Manungkalit, S. Kom, sangat menyayangkan statemen dari orang nomor dua di Kabupaten Kuansing ini. LSM menilai ucapan Zulkifli ini mengada-ada dan tidak memahami permasalahan yang terjadi di wilayahnya.

DisebutkanTommy, Kementrian Kehutanan telah mengeluarkan surat penolakan izin pinjam pakai yang diajukan oleh PT. MIA dengan diterbitkannya Surat Menhut No. 25/Menhut-II/2011. Oleh sebab itu tidak dibenarkan dilakukan kegiatan apapun di atas kawasan HL Rimbang Baling ini. Namun ternyata hingga detik ini PT. MIA tetap melakukan eksploitasi.

“Seharusnya Wakil Bupati Kuansing memahami permasalahan yang ada di wilayahnya. Menhut sudah menolak izin pinjam pakai yang diajukan PT. MIA di atas Hutan Lindung Rimbang Baling, jangan mengada-ada,” kata Tommy.

Ditambahkannya, yang lebih parah lagi dalam aktivitas penambangan yang dilakukan sejak tahun 2008 lalu, PT. MIA yang diduga kuat dimiliki keluarga Bupati Kuansing ini juga tidak melakukan reklamasi, sehingga kawasan Hutan Lindung Rimbang Baling tersebut menjadi rusak berat.

Kendati tidak memiliki izin pinjam pakai dari Menhut, namun PT. MIA sejak tahun 2008 terus melakukan eksploitasi batu bara di atas HL Rimbang Baling seluas kurang 500 Ha. Hal ini telah bertentangan dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

LSM Riau Madani sendiri telah melakukan gugatan terkait perbuatan PT. MIA yang melakukan alih fungsi Hutan Lindung ini. Dalam materi gugatannya beberapa waktu lalu, LSM menuntut agar PT. MIA mengembalikan kawasan yang telah dirusaknya itu kepada Negara setelah dilakukannya reboisasi.

Sementara, Kementrian Kehutanan yang turut menjadi tergugat, melalui kuasa hukumnya Afrodian membenarkan Menhut telah menolak izin pinjam pakai yang diajukan PT. MIA. Dibenarkan bahwa PT. MIA mengalihfungsikan Hutan Lindung menjadi pertambangan batu bara.

Terkait tindakan yang diambil Kemenhut karena hingga saat ini PT. MIA masih melakukan kegiatan di atas HL Rimbang Baling, melalui pesan singkat yang diterima Riautimes, untuk tindakan penertiban afrodian mengarahkannya kepada Dirjen PHKA.(Ndi)

Rabu, 06 Juli 2011

Riau Madani Tolak Mediasi

BANGKINANG(Riautimes)- LSM Riau Madani menolak upaya mediasi yang dianjurkan Hakim terhadap 9 tergugat terkait alih fungsi HPT Tesso Nillo jo KHDTK Kepau Jaya Desa Kepau Jaya Kec. Siak Hulu Kab. Kampar. LSM tetap konsisten menuntut tergugat 1 PT. Central Lubuk Sawit (PT. CLS) agar mengembalikan lahan yang telah diokupasinya tersebut kepada Negara.

Demikian disebutkan Sekretaris LSM Riau Madani Tommy Freddy Manungkalit, S. Kom menjawab riautimes Rabu (6/7). Dalam sidang perdana gugatannya (6/7) itu ada 9 tergugat yang dinilai bertanggung jawab terkait dialihfungsikannya kawasan tersebut. Diantaranya 8 unsur pemerintahan dan 1 perusahaan yakni PT. CLS.

“Kita menolak untuk berdamai melalui mediasi seperti yang dianjurkan hakim. Kita konsisten pada gugatan agar PT. CLS mengembalikan lahan yang diokupasinya menjadi perkebunan sawit dan melakukan reboisasi atas lahan tersebut,” tutur Tommy.

Lanjut Tommy, selain tergugat 1, 8 tergugat lainnya setuju dan mendukung tuntutan LSM. Hal tersebut disampaikan tergugat ketika hakim menanyakan dan menawarkan mediasi kepada 8 tergugat tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, PT. CLS telah melakukan okupasi terhadap kawasan HPT Tesso Nillo jo KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Kepau Jaya seluas 697,8 Ha menjadi perkebunan sawit. Dalam kegiatannya, PT. CLS tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan yang seharusnya dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan.

Tidak adanya izin pelepasan dari Menhut tersebut tampaknya juga diakui oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Salah seorang staf di Seksi Penataan Hutan Dishut Riau yang cukup paham kondisi kawasan hutan Riau mengaku cukup asing mendengar nama PT. CLS. “Rasanya tidak ada perusahaan yang mengajukan izin pelepasan kawasan (hutan-red) atas nama perusahaan tersebut,” katanya.

Di Kec. Siak hulu sendiri, menurut staf yang enggan disebut namanya ini dahulunya pernah ada perusahaan yang mengajukan izin pelepasan kawasan, “namun itu kita tolak,” singkatnya.(Ndi)

Jumat, 01 Juli 2011

Riau Madani Gugat Alih Fungsi Hutan Penelitian Kepau Jaya

LSM Riau Madani kembali mengajukan gugatan. Kali ini sembilan instansi, yakni 8 pemerintah dan 1 perusahaan menjadi tergugat terkait alih fungsi kawasan hutan di wilayah Kabupaten Kampar.


PEKANBARU(Riautimes)- Sukses memenangkan beberapa gugatan legal standing dalam kasus kehutanan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Riau Madani kembali mengajukan gugatan. Kali ini gugatan terkait alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan yang dilakukan oleh PT. Central Lubuk Sawit (PT. CLS) di Desa Kepau Jaya Kec. Siak Hulu Kab. Kampar.

Dalam materi gugatannya, Riau Madani menemukan terjadinya alih fungsi kawasan Hutan Produksi terbatas (HPT) Tesso Nillo jo Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) oleh PT. CLS seluas 697,8 Ha. Sekitar 503,5 Ha diantaranya berstatus KHDTK dan 193,3 Ha merupakan HPT Tesso Nillo.

Sekretaris LSM Riau Madani Tommy Fredy Manungkalit, S. Kom kepada riautimes menyebutkan, pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT. CLS ini dilakukan secara bertahap sejak tahun 2001 hingga tahun 2007. Hingga saat ini kegiatan di atas lahan tersebut masih terus berlanjut.

Dijelaskannya, KHDTK Kepau Jaya ini berdasarkan SK Menhut No. 74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005 seluas 10.27 Ha. Sebelum ditunjuk menjadi KHDTK, kawasan ini termasuk dalam HPT Tesso Nillo yang disahkan oleh Menhut sesuai SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986.

Ketika melakukan mengokupasi lahan tersebut, PT. CLS tak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut. Sebagaimana diketahui, untuk membangun perkebunan di atas lahan yang termasuk dalam kawasan hutan harus mendapat izin pelepasan kawasan terlebih dahulu dari Menhut.

“Dalam kegiatannya sejak tahun 2001, PT. CLS tidak pernah mendapat izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut sesuai Surat Keputusan Bersama tiga Menteri yakni Menhut, Menteri Pertanian dan Badan Pertanahan Nasional. Sehingga kegiatan PT. CLS ini illegal,” sebut Tommy.

Dalam hal gugatan yang ikut menyertakan instansi pemerintahan ini, oleh Riau Madani disebutkan bahwa instansi terkait yakni Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi/Kab. Kampar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Bangkinang, telah lalai dalam melaksanakan tugasnya sehingga kawasan tersebut menjadi rusak dan telah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit.

Bupati Kampar dan Gubernur Riau yang turut digugat, dalam masalah ini juga disebutkan oleh Riau Madani telah lalai melaksanakan kewajibannya. Hal ini sesuai dengan PP 45 Tahun 2004 yang menyebutkan Perlindungan hutan merupakan kewenangan pemerintah atau pemerintah daerah..

“Sangat disayangkan sekian lama kegiatan ini berlangsung, namun tak ada perhatian serius dari instansi terkait terutama Dephut dan Dinas Kehutanan. Padahal dalam SKB tiga Menteri tersebut telah jelas aturan mainnya,” tutur aktivis LSM yang baru saja memenangkan gugatan alih fungsi kawasan HPT Minas ini.

Sementara, di Dinas Kehutanan Riau sendiri nama PT. Central Lubuk Sawit ternyata tak begitu dikenal. Salah seorang staf di Seksi Penatagunaan Hutan mengaku tak tahu tentang keberadaan perusahaan tersebut. Sejauh ini PT. CLS menurutnya tak pernah mengajukan izin pelepasan kawasan hutan terkait lahan perkebunannya yang berada dalam HPT Tesso Nillo.

Sedangkan di pihak PT. CLS sendiri enggan memberikan keterangan terkait gugatan ini. Staf yang ditemui di ruang HRD menyebutkan bahwa pimpinannya telah menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada pengacara. Ditanya lebih detail mengenai pengacara dimaksud, diakuinya lagi tak begitu jelas tentang masalah tersebut.(Ndi)

Selasa, 22 Februari 2011

Pemprov Riau Tak Konsisten Tarik Mobil Dinas

Biro perlengkapan Provinsi Riau dinilai tak konsisten menarik belasan mobil dinas yang masih ada di tangan eks anggota DPRD Riau, baik yang tak lagi menjabat maupun yang kembali menjabat. Diduga ada kesepakatan yang dilakukan antara Biro Perlengkapan dengan mantan anggota dewan yang tak lagi berhak atas asset Pemprov Riau yang dipinjamkan kepada mereka ini.

Iswadi, Kabid Penegakan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Riau kepada wartawan menuturkan, beberapa waktu lalu 7 orang mantan anggota dewan yang masih memegang mobil tersebut diketahui melakukan perbincangan dengan pihak Biro Perlengkapan Provinsi Riau ketika akan dilakukan serah terima di Kantor Gubernur. Namun entah kenapa, setelah perbincangan tujuh unit mobil ini kemudian dibawa kembali oleh mantan anggota dewan ini.

Sebelumnya, perjanjian antara mantan anggota DPRD ini sepakat untuk mengembalikan mobil dinas ini di Kantor Satpol PP Pekanbaru. Tanpa alasan jelas lokasi akan dilakukannya serah terima beralih ke di Kantor Gubernur Riau.
Iswadi mensinyalir mantan anggota dewan ini tak mau mengembalikan mobil tersebut di Kantor Satpol, “Karena kalau di Kantor Satpol, tidak akan ada kesepakatan lagi, jelas mobil dinas ini tidak akan diserahkan lagi kepada mereka (mantan anggota dewan-red),” kata Iswadi kepada riautimes.

“Saya heran setelah perbincangan tersebut mobil dinas ini dibawa lagi oleh mereka. Itupun tanpa menyertakan pihak dari Satpol PP Provinsi Riau,” lanjutnya.
Satpol PP Provinsi sendiri belakangan ini telah menunjukkan komitmen dan kerjanya dalam mengembalikan asset Pemprov Riau termasuk mobil dinas yang dipegang oleh orang yang tak lagi berhak menggunakannya. “Hanya saja salah satu kendalanya Biro Perlengkapan, kita lihat mereka melakukan kesepakatan agar penarikan mobil ini bisa diundur,” tambahnya lagi.

Saat ini, ada sekitar 14 unit dari 108 unit mobil dinas yang masih dipegang oleh pihak yang tak lagi berhak atas fasilitas dinas yang diberikan Pemprov ini. 14 unti tersebut dipegang oleh anggota dewan yang tak lagi menjabat maupun anggota dewan yang kembali menjabat namun mendapatkan mobil dinas baru.

Keberadaan 14 unit mobil milik Pemprov Riau ini juga sudah diketahui. Dua unit diantaranya dalam kondisi rusak berat dan berada di bengkel. “Sesuai perjanjian saat serah terima kendaraan dinas, kerusakan merupakan tanggung jawab si pemegang, bila tak mau tanggung jawab maka tergantung kepada Pemprov Riau untuk mengambil langkah apa,” tutur Iswadi.

Sementara itu, Kepala Biro Perlengkapan Provinsi Riau Kasmianto, enggan menanggapi masalah ini. Beberapa kali dihubungi wartawan melalui selulernya namun tak diangkat. Demikian pula ketika wartawan mengirimkan pesan singkat, namun tak kunjung dibalas.

Jalur Hukum
Terkait pemasalahan mobil dinas yang tak kunjung selesai, oleh LSM Riau Madani diusulkan agar Pemprov Riau segera mengambil langkah hukum. Bahwasanya, mobil dinas merupakan asset milik Pemprov Riau yang statusnya dipinjamkan kepada pejabat sebagai fasilitas dinas.

Sekretaris LSM Riau Madani Tommy Freddy Manungkalit, S. Kom, kepada Sorot terkait mobil dinas yang masih dipegang oleh pejabat ataupun pihak-pihak yang tak lagi berhak menggunakannya menyarankan agar Pemprov Riau mengambil tindakan tegas. Hal ini dilakukan agar masalah ini segera tuntas dan tidak terus berlarut-larut. “Ini dilakukan agar Pemprov Riau tidak disepelekan. Selama ini kita lihat himbauan Pemprov selalu diabaikan oleh mereka,” kata Tommy.

“Bayangkan saja, setelah tidak lagi menjabat, berapa lama mereka menggunakan mobil dinas tersebut tanpa ada kejelasan. Padahal mereka sudah tidak berhak lagi menggunakan fasilitas dinas yang dibeli dari uang rakyat ini. Pemprov harus tegas,” sambungnya.

Tommy menambahkan, tidak tertutup kemungkinan adanya kong kalikong antara Biro Perlengkapan dengan pejabat ataupun mantan anggota dewan yang masih memegang mobil dinas tersebut. Pasalnya, sejauh ini tidak terlihat adanya tindakan tegas dari Pemprov itu sendiri. “Intinya Pemprov Riau harus tegas agar masyarakat tidak berpikiran telah terjadi kong kalikong,” tutup Tommy mengakhiri pembicaraan.(Ndi)